Rapai, Alat Musik Tradisional Khas Aceh

September 04, 2017
Alat musik perkusi tradisional asli daerah Aceh.

Rapai masuk dalam frame drum (keluarga drum).

Biasanya hany dipukul dengan tangan tanpa bantuan stick.

Rapai sering dijumpai di acara – acara besar seperti acara pernikahan, pasar malam, sunat rasul, tarian daerah, peringatan ulang tahun dan acara adat istiadat lainnya.

Alat musik tradisi ini tidak bisa lepas dari kehidupan masyarakat daerah Aceh, baik itu secara filosofïs atau pun secara kultural. 

Alat musik rapai ini bertugas untuk mengatur tempo, tingkahan, ritmik, gemerincing dan serta menjadikan suasana hati lebih meriah.

Dari beberapa sumber mengatakan bahwasannya alat musik ini berasal dari seorang Syekh besar bernama Abdul Kadir Jaelani. Beliau merupakan syeh dari Persia.

Rapai adalah alat musik khas Aceh
Sumber : musik.or.id
Beliau hidup di Baghdad, dalam kurun waktu antara tahun 1077 sampai dengan 1166 Masehi tepatnya 470-560 Hijriah.

Alat musik rapai sendiri dibawa oleh seorang penyiar Islam, bernama Syekh Rapi.

Awal mula perrtama kali, dimainkan di Ibukota Kerajaan Aceh, tepatnya Banda Khalifak.

Sekarang ini namanya menjadi Gampong Pandee, Banda Aceh, pada saaat sekitar abad ke-11 lalu.

Alat musik Rapai ini, juga biasa dimainkan secara ensemble.

Dalam satu ensemble, biasanya akan terdiri antara 8 sampai dengan 12 orang pemain.

Para pemain ini disebut awak rapi.

Rapai sering disandingkan dengan alat musik lainnya seperti serune kalee dan buloh merindu.

Gema yang dipantulkan rapai dapat menjangkau orang yang berada jauh dari pusat suara.

Bahkan menurut cerita, suaranya bisa mencapai jarak 5 hingga 10 kilometer tanpa menggunakan mikropon.

Ada beberapa jenis rapai, yaitu : Gerimpheng, Daboih, Pulot, Pase, Kisah/ Hajat, dan juga Anak/ tingkah.

Rapai sendiri dibuat dari bahan kayu gelondong yang sangat besar. Hanya bagian bawah dekat akarnya saja yang diambil.

Bagian ini kemudian direndam di lumpur dalam beberapa bulan, untuk mengawetkan.


Setelah itu, dikorek bagian di dalamnya, hingga membentuk lubang berupa bulatan besar, yang mana menggeronggong.

Selanjutnya dibentuk pinggiran yang disesuaikan dengan ukuran yang diinginkan. 

Pinggiran ini merupakan bagian body/ tubuh/ kelawang. Bagian kelawang ini diberi ukiran pahatan berupa tekuk – tekuk garis lurus.

Nantinya, pada bagian tengah pinggiran frame, dibuatkan lubang panjang kurang lebih 6 cm dan lebarnya 2 cm. Berguna untuk menempatkan sebuah lempengan tembaga 1 cm.

Bagian atasnya sendiri akan diberi kulit kambing yang sudah dihaluskan sebelumnya.

Mungkin sekarang, sudah sedikit jumlah pengrajin yang bisa membuat rapai ini. Perlu perhatian serius agar budaya di Indonesia tetap lestari. 

Rapai dimainkan pada keadaan duduk melingkar atau pun duduk berbanjar.

Tangan kirinya nanti akan memegang paloh/ body. Tangan kanan memukul bagian kulit dari rapai, tepat di tengah membran dan akan menimbulkan suara dengungan yang cukup keras.

Jika dipukul bagian pinggirnya, akan menciptakan suara yang tajam dan juga nyaring.

Suara yang dihasilkan hampir mirip dengan drum yang dipukul menggunakan stick pada bagian yang disebut rimshot.

Rapai yang dibuat dari kayu dengan kualitas baik, nantinya akan berat namun kokoh dan kuat.

Saat ditegakkan, rapai sulit dimainkan dengan sempurna karena sulit karena bobotnya yang berat.

Dalam memainkan rapai, biasanya dipimpin oleh syehnya (sebutan pimpinan kelompok).

Kemudiandibantu beberapa orang sebagai pemukulnya.

Secara umum, suatu pertunjukkan rapai biasanya dimulai dengan menggunakan tempo pelan/ lembut atau andante.

Selanjutnya diikuti tempo sedang (moderate), dan akhirnya temponya jadi cepat (allegro), bahkan sampai lebih cepat lagi atau allegretto.

Kemudian tekanan atau accent, biasanya akan jatuh saat tokoh akhir di setiap birama.



Jika ingin menghasilkan suara yang nyaring, maka akan dibuat sebuah cara sederhana. 

Caranya adalah dengan  memberikan selip/ ganjalan pada bagian bawah pinggiran kulit menggunakan sebuah rotan yang bertumpang, di pinggiran body.
Previous
Next Post »
0 Komentar